Hi, apa kabar blog ?, akhir tahun lalu saya berjanji mau rajin nulis, eh baru terealisasi di bulan ketiga dan langsung bahas tentang pengalaman konsultasi dengan psikolog pula, ada apa gerangan ? hehe tidak ada apa-apa sih mendramatisir saja.
Hari Jumat, 10 Maret kemarin saya berkonsultasi dengan psikolog di Klinik Terpadu Fakultas Psikologi UI Depok. Ini pengalaman pertama bagi saya setelah berkali-kali membaca review di internet. Ditambah maju mundur juga secara biaya konsultasi psikolog itu per jamnya setara dengan kunjungan ke dokter spesialis. Saya jadi semacam keder nanti kalau sudah datang apakah saya akan merasa puas atau tidak. Apakah saya akan di-judge oleh psikolognya dan pikiran-pikiran receh lainnya.
Kenapa ke Psikolog ?
Jadi pada akhirnya saya memutuskan untuk berkonsultasi ke Psikolog karena saya ingin ada perubahan dalam diri saya dan terutama saya butuh didengarkan, secara fokus, tanpa dipotong, tanpa dinilai dan diberikan solusi.
Cerita ke temen/sodara kan bisa, curhat aja kok bayar.
Iya betul sekali. Namun pada kondisi saya, seperti yang telah saya utarakan, saya butuh empati dari pendengar akan kisah saya yang akhir-akhir ini saya merasa (secara subyektif ya alias sayanya aja baperan) sulit bercerita kepada orang-orang sekitar saya.
Bagaimana cara reservasi ke klinik terpadu UI ?
Langsung menghubungi mereka di nomor 021-78881150 untuk membuat reservasi. Nanti akan ditanya berapa umurnya dan kira-kira masalah apa yang ingin dibicarakan. Lalu pihak klinik akan meminta kontak kita untuk memberitahu jadwal konsultasi kita. Setelah itu tinggal menunggu dikabari oleh pihak klinik deh.
Berapa biayanya ?
Pendaftaran Rp 25.000 dan biaya konsultasi/jam Rp 200.000
Lalu ?
Jadi ketika datang, saya diminta untuk mengisi sebuah map yang nantinya akan berperan seperti rekam medis gitu. Disitu saya diminta untuk mengisi biodata, keluarga dan latar belakang pendidikan. Setelah itu tak berapa lama, saya dipanggil masuk ke ruangan konsultasi. Ruangannya hanya ada 3 sofa coklat, meja dan tanaman. Lalu ruangannya berkaca begitu jadi saya bisa melihat keluar.
Psikolog saya lalu bertanya, apa yang bisa ia bantu, awalnya bahkan sepanjang perjalanan saya bingung nanti akan mulai bercerita dari mana, tapi setelah memulai, saya lancar jaya bercerita, berkeluh kesah bahkan menangis hahaha katup air mata saya memang sudah dari dulu aus, gampang banget bocornya.
Bisa ya cerita sama orang asing ? tidak malu gitu ?
Saya sih bisa-bisa saja ya. Apalagi saya punya pemahaman bahwa, psikolog secara profesional akan mendengarkan cerita saya, mungkin akan menganalisis jika memang bermasalah dan pada akhirnya akan memberi solusi. Saya juga tidak saling kenal sebelumnya dengan psikolognya, ditambah semua yang saya ceritakan setau saya akan menjadi kerahasiaan.
Lalu bagaimana peraasaannya setelah ke psikolog ?
Lega ya jelas ditambah saya juga dapat masukan hal-hal baru. Saya juga merasa puas karena sejak awal saya ke psikolog memang tujuannya ingin didengarkan.
Saya juga belajar hal baru. Ketika saya berbicara, saya sekilas mengamati ibu psikolog saya. Bagaimana gesturnya, ekspresinya yang seolah menyiratkan "ya saya mendengarkan, saya mencoba memahami ceritamu" dan meyakinkan saya untuk menceritakan keluh kesah saya.
Sebuah pelajaran bagi saya bahwa derajat masalah bagi tiap orang itu berbeda. Jika ada teman atau saudara yang membuka diri untuk bercerita pada kita, coba berempati, untuk melihat masalah dari sudut pandangnya. Hal sepele bagi kita, bisa jadi hal berat baginya. Kita bisa membantu meringankan dengan setulus hati mendengarkan, syukur kalau bisa memberi solusi.
xxxChuu original by ra~ccon.